Pujian manusia terkadang hanyalah semata-mata ujian dari Allah SWT..
Orang-orang saleh tidak memandangnya sebagai sebuah kesempatan untuk
semakin membanggakan diri di hadapan manusia. Bahkan terkadang hal itu
justru membuat mereka semakin sedih dan takut kepada Allah, seperti
halnya yang terjadi pada Buhlul bin Rasyid al-Qairuwani al-Maliki, salah
seorang sahabat Imam Malik yang dikenal sebagai seorang ahli ibadah
yang zuhud dan wara’.
Diriwayatkan dari Sa’dun bin Aban, dari Dahyun
bin Rasyid, dia berkata: “Suatu hari saya berada di Madinah, tiba-tiba
ada seorang lelaki bertanya: “Apakah di sini ada seorang lelaki dari
Afrika?” Saya menjawab: “Saya dari Afrika”. Dia bertanya lagi: “Berasal
dari Qairuwan?” Saya menjawab: “Iya.” Dia bertanya kembali: “Apakah Anda
kenal Buhlul bin Rasyid?” Saya menjawab: “Iya, saya mengenalnya.”
Lantas ia memberikan sepucuk surat seraya berkata: “Tolong sampaikan
surat ini ke Buhlul!” Kemudian saya pun menyampaikan surat itu ke
Buhlul.
Setelah menerima surat tersebut, Buhlul langsung membukanya. Ternyata
surat tersebut dari seorang wanita Samarkandi Khurasan yang berisi:
“Saya seorang wanita yang telah melakukan dosa besar yang tidak pernah
dilakukan oleh orang selain saya. Kemudian saya bertobat kepada Allah
Azza wa Jalla dan bertanya mengenai siapa para ahli ibadah di muka bumi
Allah Ta’ala. Kemudian orang-orang menyebutkan empat orang, dan salah
satunya adalah Buhlul dari Afrika. Wahai Buhlul, mohon berdoalah untuk
saya agar Allah senantiasa memberi saya keistiqamahan pada hidayah-Nya
ini.” Setelah Buhlul membacanya, surat tersebut jatuh dari tangannya,
ia tersungkur, dan mulai menangis. Tak henti-hentinya kelopak matanya
mengucurkan air mata, hingga membasahi surat yang jatuh tersebut.
Kemudian ia berkata kepada dirinya sendiri: “Wahai Buhlul, kamu dikenal
hingga ke Samarkandi Khurasan?! Celakalah kamu wahai Buhlul jika Allah
tidak menutup aibmu kelak pada hari kiamat.” Buhlul merasa sedih karena
kedudukannya di sisi Allah diketahui oleh manusia. Ia merasa semakin
takut. Ketaqwaannya semakin bertambah, tidak semakin jumawa dan
berbangga diri. Begitulah akhlak para wali Allah yang menganggap dunia
dan isinya tidak lebih dari kotoran sampah yang tidak berguna, termasuk
pujian-pujian yang diberikan oleh manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar